Rumah Adat Kudus Bagian I
RUMAH ADAT KUDUS
BAGIAN I
I.
SEJARAH SINGKAT RUMAH ADAT KUDUS
Rumah adat Kudus merupakan bangunan
peninggalan tahun 1828. Menurut riwayatnya, sebelum Sunan Kudus telah ada tokoh
masyarakat yang berasal dari Cina bernama Tee
Ling Sing yang dikenal dengan nama Kyai Telingsing. Tee Ling Sing mempunyai keahlian memahat dengan aliran Sun Ging. Asal kata Sun Ging ini kemudian menjadi kata “nyungging” (memahat, mengukir). Pemilik Rumah Adat Kudus mayoritas
golongan keturunan bangsawan. Penggolongan status sosial pada jaman dahulu
diberlakukan namun pada masa kini, golongan status ekonomi yang lebih banyak
mendominasi kepemilikan bangunan.
II.
JENIS-JENIS RUMAH ADAT KUDUS
1.
Rumah Adat atau Ukir Kudus
Rumah adat jenis ini merupakan rumah yang
diperuntukkan bagi para bangsawan dan juga keturunannya. Terdapat perbedaan
nilai ruang pada rumah adat ukir kudus, perbedaan tersebut terletak pada
perbedaan tinggi permukaan pada lantai. Muka lantai pertama yang terletak pada
bagian depan di peruntukan untuk masyarakat umum atau orang biasa (nilai
provan). Sedangkan untuk muka lantai kedua diperuntukan untuk golongan
bangsawan (nilai sakral). Nilai provan dan nilai sakral ini sebagai nilai adat.
Bangunan rumah adat Kudus secara filosofi menghadap ke arah utara dan selatan. Sebenarnya
letak arah bangunan untuk menghindari faktor alam terutama sengatan sinar
matahari.
Bentuk bangunan terdiri dari dua bagian yaitu
bangunan utama dan bangunan pendukung. Bangunan utama beratap pencu dengan tritisan (teras) depan dan belakang yang lebar. Pusat pencu adalah puncak dari gedongan yang mempunyai nilai sakral
yang tinggi, karena menunjukkan status sosial pemilik rumah adat. Tritisan depan berfungsi untuk
melindungi ruang Jogo Satru yang
bersifat umum, sedangkan tritisan
belakang berfungsi untuk melindungi daerah pawon.
Bangunan pendukung merupakan bangunan pawon.
Bangunan pawon merupakan bangunan
kegiatan yang berbentuk srotongan. Letak bangunan ini berada di bagian samping
atau di bagian belakang.
Ruang yang terdapat pada Rumah Ukir Kudus
terdiri atas tiga bagian, dimana tiap bagian mempunyai fungsi masing-masing.
Ruang pertama yang terletak pada bagian paling depan bernama Jogo Satru.
Ruangan Jogo Satru biasanya dipergunakan sebagai ruang tamu dan bersifat
sebagai ruang pelayanan publik. Ruang kedua bernama Pawon yang terletak
dibagian samping kiri atau samping kanan atau di bagian belakang. Pawon
dipergunakan sebagai ruang untuk kegiatan keluarga. Ruang ketiga yaitu
Gedongan. Gedongan merupakan ruang utama dari bangunan Rumah Ukir Kudus.
Ruangan ini dipergunakan sebagai tempat untuk menyimpan harta kekayaan.
Sumber: Triyanto, yang dimodifikasi dari Ir. Andy Siswanto (1986:3.5) |
Struktur bangunan memakai sistem rangka, dimana
pondasi yang dipergunakan adalah pondasi umpak yang menggunakan batu kali.
Lantai pada ruang gedongan dibuat dari bahan tegel. Tiang atau Soko terdiri
dari soko guru dan soko apit. Atap berbentuk pencu dengan srotong dari bahan
kayu. Penutup atap terbuat dari tembikar yaitu genteng jawa. Penutup Wuwungan
terbuat dari tembikar yang bermotif alur tanaman. Wuwungan dengan motif stilasi
tanaman merupakan ciri khas bangunan Kudus. Ornamen yang terdapat di bangunan rumah adat
ukir kudus adalah motif Eropa berupa motif crown (mahkota), motif Cina berupa
motif naga serta bunga makara, dan motif Persia berupa motif bunga.
Rumah adat atau ukir kudus mempunyai banyak
fungsi, diantaranya sebagai tempat tinggal, pada saat tertentu ruang jogo satru
dipergunakan sebagai tempat ibadah dengan dipasang tabir yang terbuat dari kain
untuk membedakan pria dan wanita. Pada ruang gedongan dimanfaatkan sebagai
tempat imam, khotib, tempat pelaminan, dan tempat menyimpan kekayaan. Pawon
difungsikan sebagai lumbung (tempat menyimpan hasil bumi), ruang makan, dan
ruang keluarga.
1.
Rumah Payon Limasan Maligi Gajah
Rumah payon “limasan” adalah bangunan untuk rakyat
golongan menengah. Pembagian nilai ruang terdiri dari jogo satru, gedongan,
pawon ageng, pawon alit. Permukaan lantai ruang sama. Perbedaan rumah payon
limasan dengan rumah payon srotong kampung terletak pada bentuk atap bangunan
utama (jogo satru, gedongan). Dimana atap rumah berbentuk limas an maligi gajah
(limas: dimana tritis dengan over stek bagian depan lebih panjang dari yang
samping.
2.
Rumah Payon Kampung
Rumah payon (payon=berteduh) merupakan rumah
untuk rakyat biasa atau golongan bawah. Rumah Payon dilengkapi dengan bilik
yang terdiri dari kamar mandi pria dan kamar mandi wanita, jamban (wc) serta
sumur. Ruang rumah payon terdiri dari Jogo Satru, Gedongan, dan Pawon ageng
serta Pawon alit. Masing-masing dipisahkan oleh sekat atau dinding dan tidak
dipisahkan oleh permukaan lantai. Hanya ruang pawon saja yang mempunyai
permukaan lantai sama dengan muka tanah. Bilik terletak di teras depan, namun perletakannya sedaerah dengan
pawon alit. Bila pawon terletak di sebelah kanan bangunan, maka bilik (kamar
mandi, wc, dan sumur) terletak di sebelah kanan pula. Begitu pula sebaliknya.
Struktur bangunan memakai struk rangka,
pondasi menggunakan umpak (setempat) dan srumpak (batu kali), tiang (kolom)
terbuat dari bahan kayu, dan dinding berupa kayu dan tapak/kepang (anyaman bambu).
Sekarang di bagian samping terdapat dinding gunungan. Dinding gunungan terbuat
dari bahan batu bata plesteran dengan kolom dari pilar. Sedang bagian dinding
depan masih dari papan.
Bangunan utama beratap kampung “srotong”,
pawon ageng juga berbentuk srotongan kampung dimana ruang pawon kedudukannya
saling tegak lurus dengan bangunan utama baik dikanan atau dikiri. Sedangkan
atap pawon alit merupakan kelanjutan tritis pawon ageng. Bangunan bilik mandi
berbentuk panggang pe, dimana bagian yang ditutup atap bagian ruang kamar mandi
atau wc, sedang bagian timur tidak beratap.
Ruangan pada rumah payon berfungsi sesuai
dengan peruntukkannya. Ruang jogo satru berfungsi untuk menerima tamu. Gedongan
berfungsi untuk menyimpan harta kekayaan. Pawon ageng sebagai tempat kegiatan
keluarga, ruang tidur, serta ruang makan. Pawon alit sebagai dapur untuk
memasak. Sumur sebagai sumber air, Kamar mandi dibagi dua yaitu kamar mandi
pria dan wanita, wc terdiri satu buah.
III.
STRUKTUR BANGUNAN RUMAH ADAT KUDUS
Rumah adat Kudus terdiri dari bagian satu
sama lainnya saling berkaitan. Bagian-bagian tersebut terdiri atas bangunan
rumah induk, bangunan sumur atau kamar mandi, halaman atau pekarangan, dan
pintu masuk atau gapura berserta dengan pagar keliling. Khusus bagi
pemilik rumah yang memiliki rumah dengan jumlah anggota cukup banyak dan tidak
tertampung dalam rumah induk, biasanya pada sebelah samping kanan atau kiri
halaman depan diberi tambahan bangunan los
berupa sisir atau bilik-bilik kamar. Keseluruhan bangunan dapat dibagi menjadi
2 bangunan yaitu Pertama, bangunan utama yang memiliki bentuk dasar bujur
sangkar dengan atap berbentuk pencu
dengan tritisan depan dan belakang
lebar. Pusat atap pencu adalah puncak
dari bagian ruang yang dianggap paling sakral (pribadi). Tritisan untuk menaungi ruang yang bersifat publik, sedangkan tritisan belakang untuk menaungi daerah pawon. Kedua, bangunan pendukung berupa
pawon yang memiliki bentuk dasar empat persegi panjang dengan penutup atap
berbentuk kampung. Pawon terletak pada bagian kanan dan
kiri bangunan utama.
Sumber: Triyanto, yang di modifikasi dari Ir. Andy Siswanto (1986:3.5) |
Gambar :
Struktur Bangunan Rumah Adat Kudus
Bangunan induk rumah adat Kudus merupakan
gabungan bentuk dasar empat perssegi panjang dan bujur sangkar. Hal tersebut
dipilih berdasarkan jatuhnya garis atap, yaitu atap joglo (pencu) dan kampung. Sedangkan bangunan tambahan yaitu sisir
berbentuk dasar empat persegi panjang dengan bentuk atap kampung. Bangunan
induk rumah adat Kudus terdiri dari tiga bagian pokok yakni pertama, bagian
bawah adalah lantai yang berjenjang ke atas dari permukaan tanah atau menurut
istilah setempat disebut berbancik dhuwur (bancik artinya lantai, dhuwur
artinya tinggi). Kedua, bagian tengah terdiri dari tiang-tiang dan
dinding-dinding penyekat ruang beserta dengan panil-panil pintunya. Ketiga,
bagian atas berupa atap dengan penutupnya berupa genteng tanah liat yang
dibakar. Bangunan sumur atau kamar mandi pada rumah adat Kudus mempunyai bentuk
dan juga letak tersendiri. Sumur atau kamar mandi berupa bangunan tembok dengan
atap pada kamar mandi berbentuk atap kampung atau panggang pe.
Struktur rumah adat Kudus berupa struktur
rangka kayu. Dibuat sedemikian rupa sehingga setiap bagiannya dapat dibongkar
pasang. Secara umum struktur bangunan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
rangka atap (empyak), kolom (cagak) dan pondasi (bebatur). Batur atau
pondasi adalah pondasi menerus dari bahan batu kali. Pondasi ini membentuk lantai
yang tinggi dan berundak-undak mulai dari jogosatru
sampai ke dalem. Pondasi di
pergunakan sebagai alas perletakan balok kerangka rumah yang merupakan balok
kayu dengan dimensi besar (20X30 yang diletakkan tidur). Pondasi umpak (pondasi
setempat) dari batu bata dipakai pada soko
guru, bentuk umpak tinggi di atas
lantai, terkadang sampai 2 meter tingginya. Lantai pada jogosatru menggunakan ubin atau batu bata sehingga pondasi lebih
dahulu ditutup dengan tanah. Pada bagian dalem
dipergunakan lantai papan kayu (gladagan)
dengan kerangka balok-balok kayu. Ruang dibawah geladag dibiarkan kosong, terkadang dipergunakan sebagai tempat
penyimpanan rahasia. Daerah Kudus yang dahulunya berupa rawa-rawa menyebabkan
rumah adatnya berlantai panggung untuk mengatasi kelembaban lantai serta
banjir. Pada rumah adat Kudus, konstruksi tersebut tetap dipertahankan tetapi
dengan menambah pondasi menerus pada keliling bangunan.
Dinding dibedakan menjadi dua, yaitu dinding
pengisi yang menutup dan membatasi ruang dan rangka dinding yang menyangga
beban dari atap. Penyangga atap yang utama pada konstruksi rumah beratap joglo adalah soko guru, yakni empat tiang utama yang menyanggah brunjung. Keempat soko guru pada bagian atas dirangkai oleh dua batang balok. Balok
bagian bawah (sunduk kili) dipasang berdiri,
yang berfungsi untuk menstabilkan konstruksi.
Gambar : Bentuk Tumpang Sari
Balok bagian atas (tutup kepuh) di pasang tidur dan menyangga susunan balok tumpang.
Diantara sunduk kili dan tutup kepuh terdapat ganjal yang disebut santen berbentuk kelopak bunga. Diatas tutup kepuh terdapat susunan
balok yang di sebut tumpang. Jumlah
balok tumpang selalu ganjil antara tiga sampai 17 tingkat. Umumnya berjumlah 9
tingkat. Jumlah susunan ini mencerminkan tingkat kualitas rumah. Semakin tinggi
maka rumah dibuat dengan kualitas pembangunan semakin mewah.
IV.
TATA LETAK RUMAH ADAT KUDUS
Bangunan Rumah Adat Kudus terletak di
sebidang tanah yang bukan daerah aliran sungai. Untuk penghematan lahan, jarak
antara rumah sangat sempit sehingga membentuk pola tata letak rumah yang tidak
beraturan dengan lorong-lorong yang sempit. Bangunan Rumah Adat Kudus
berorientasi kearah utara dan selatan, ke utara mengarah ke Gunung Muria
sedangkan ke selatan mengarah ke Laut Selatan. Bangunan rumah dibuat dengan sistem
knock down, dan bahan bangunan dari
kayu jati. Kayu jati yang dipilh berasal dari daerah Blora.
Menurut
Hamzuri (tt:140-141), arah mata angin yang dijaga dewa yaitu:
1)
Arah timur dijaga oleh Batara Sang Maha Dewa
2)
Arah barat dijaga oleh Batara Sang Hyang Yamadipati
3)
Arah utara dijaga oleh Batara Sang Hyang Batara Wisnu
4)
Arah selatan dijaga oleh Batara Sang Hyang Batara Brahma
Pada
kepercayaan Hindu, setiap arah mata angin dipercayai ditunggu oleh dewa. Oleh
sebab itu, orang memilih arah menghadap rumah dikaitkan dengan upaya meminta
atau mengharapkan pertolongan dewa penjaga mata angin tersebut. Menghadap
kearah barat sangat dihindari karena sama dengan orang yang mengharap kematian.
Daftar Pustaka
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa
Tengah, Laporan Inventarisasi Rumah Adat Kudus Kabupaten Kudus, 2003
Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Tengah Dinas Pekerjaan Umum. 1986. Data
Arsitektur Tradisional Kudus. Semarang: PT. Wastuwidyawan
Salam, Solichin. 1977. Kudus Purbakala dalam
Perjoangan Islam. Kudus:Menara
Triyanto.2001. Makna Ruang &Penataannya
dalam Arsitektur Rumah Kudus. Semarang: Kelompok Studi Mekar
Comments
Post a Comment